Agaknya banyak orang beranggapan bahwa bekerja di kota besar, terutama Jakarta, adalah sebuah pencapaian pribadi yang membanggakan sehingga banyak orang yang berbondong-bondong pergi merantau ke sana. Saya juga demikian, kok. Dulu mimpi saya adalah bekerja di salah satu gedung bertingkat di jalur utama di ibukota Indonesia tersebut. Mimpi itu tercapai sih, saya diterima bekerja di salah satu gedung bertingkat di Jaksel dan sah mengenakan gelar ‘PTS’ alias Pria Thamrin-Sudirman.
Continue readingGimana sih, cara me-review buku?
Postingan terakhir saya isinya review sebuah novel karya Andrei Aksana, kan. Terus terang saya belum pernah mengulas buku secara serius di blog karena terbiasa dengan tulisan yang mengalir aja gitu. Terus setelah ulasan itu saya publikasikan, kok jadi malu sendiri ya? Cupu banget rasanya dibandingkan ulasan-ulasan yang ada di Goodreads, misalnya.
Nah, secara kebetulan saya menemukan tombol generate AI feedback di postingan tersebut. Wah, mantap nih, WordPress juga sudah merambah ke AI sekarang. Saya klik dong tombolnya, dan berikut hasil umpan baliknya:
Continue readingAngin Bersyair by Andrei Aksana: Sebuah Catatan Pembuka
Dalam rangka menuntaskan resolusi tahun 2025 yang baru saya mulai, justru novel yang sudah cukup lama ini yang menjadi pembuka. Memang sih, saya tidak membatasi resolusi membaca buku itu harus yang serius atau bagaimana. Biarkan mengalir aja! Sekarang saya sedang menikmati novel, ya nikmatilah.
Andrei Aksana sudah menerbitkan beberapa buku, namun Angin Bersyair ini menjadi buku kedua yang saya baca setelah novel Lelaki Terindah yang pernah menjadi terobosan budaya pada masanya. Maka tak urung, pemikiran saya tentang karya Andrei ini masih menggunakan ‘cetakan’ pemikiran saya terhadap buku sebelumnya. Lalu, bagaimana jadinya setelah saya membaca buku terbitan tahun 2015 ini?
Continue readingMake Resolutions Stick: My 2025 Reading Challenge
New year, new resolution. Aaah, if only it were that simple.
I’m sure many of you have tried creating new year resolutions consisting of both physical, intellectual, lifestyle, or even spiritual targets. But do most of you actually check the completion at the end of the year?
Me? Same pathetic situations. Resolutions come and go without checking whatsoever. One resolution done in January, perhaps I put it on a blog, then that’s it.
Perhaps my own resolutions never came to reality because they were too general without specific steps to achieve them. So, let me try to do that this year by starting moderately but with specific and measurable actions.
Name of resolution: to read 1 book each month
Steps: buy/borrow a book for each month and complete reading it by the end of that month.
Follow-ups: post the progress (or its failure) monthly on this blog.
Let’s see what happens. Hopefully I can complete this one by December 2025.
Christmas is coming soon
Christmas is around the corner. I’m still sitting at the office on this Friday but my mind has wandered off to the festivities and to the travel plans afterwards.
However, after the impulsive setting up of a new blog last night, I was surprised to find that WordPress has integrated AI as well in generating featured images. Yes, I remember that finding images in the past involved extensive googling and checking out the options and the sharing policy of each creator. It was such a stressful extra burden that partly prompted my hiatus because it took such many steps just to release a post and the time should’ve been devoted to writing instead.
Continue readingApa Kabar?
Baru-baru ini saya menemukan kembali jejak-jejak lama saya di dunia blog yang dimulai pada tahun 2009-2010 lalu. Pada saat itu saya sebenarnya secara iseng memulai sebuah blog, menulis, dan lalu mencari teman. Tak butuh waktu lama saya kemudian menemukan beberapa komunitas blog di Indonesia yang pada waktu itu umumnya berbasis kewilayahan. Maka jadilah saya bergabung dengan sebuah komunitas blog di wilayah yang dulu pernah menjadi tempat saya belajar di perguruan tinggi.
Awal mula bergaul di komunitas blogger tersebut kemudian membawa saya ke ruang pergaulan yang lebih luas lagi. Beragam komunitas berbasis wilayah dan minat ini kemudian beberapa kali mengadakan pertemuan akbar, baik di Jakarta maupun di luar daerah. Saya teringat pertama kali saya mengikuti pertemuan tersebut adalah di ajang #pb2010 Jakarta, lalu lanjut ke #onoff2011 Jakarta, #BN2011 Sidoarjo, #BN2012 Makassar, dan #BN2013 Yogyakarta. Beberapa kali pula komunitas blogger di wilayah tertentu yang menjadi tuan rumah sebuah event lokal dan mengundang teman-teman blogger dari daerah lain. Ramai sekali waktu itu. Dengan blog saya jadi sering jalan-jalan ke luar kota.
Selain itu, menulis di blog juga ternyata bisa mendatangkan uang. Beberapa brand datang menawarkan kesempatan untuk memonetisasi blog dengan memajang brand mereka. Ganjarannya pun beragam, mulai dari uang, kerjasama lomba, hingga jalan-jalan keluar negeri. Ya, berkat blog saya sampai bisa menyambangi negara tetangga. Ya, memang bukan pertama kali sih. Tapi tetap saja kesempatan itu sangat berharga.
Tapi memang zaman terus bergulir. Seiring waktu, berbagai platform lain muncul dan blog perlahan mulai ditinggalkan. Sederetan tulisan panjang di situs web kini kerap dianggap terlalu serius dan membosankan. Kenyataan itu memang tidak saya tolak. Meski masih ada saja orang yang datang berkunjung ke blog untuk mencari informasi tentang berbagai hal, namun pada akhirnya tulisan-tulisan itu menjadi basi karena semakin jarang penulis yang memperbaruinya. Bahkan blog-blog itu sendiri banyak yang menjadi kosong bersarang laba-laba karena lama ditinggalkan pemiliknya.
Jadi sekarang gimana? Blog tren sesaat? Blog sudah mati? Akhirnya para blogger yang dulu jumawa (termasuk saya) yang dengan meninju tangan ke langit sambil berteriak bahwa blog selamanya akan tetap jaya juga akhirnya harus mengakui bahwa ucapan si om kumis bekas menteri yang kontroversial itu memang benar. Blog sudah tidak relevan lagi dengan zaman sekarang. Memang masih ada blogger yang bertahan, blognya masih ada, masih terus menulis, dan bahkan masih membayar perpanjangan hosting dan domain. Kepada mereka saya angkat topi. Saya mengaku iri. Saya dengan rendah hati berkata: bolehkah saya mengikuti lagi jejak kalian? Tidak apa meski sekarang saya kembali menjadi anak baru. Segala pengalaman di dekade lalu itu masih tetap bernilai emas bagi saya.
Yuk, kita mulai lagi dengan nama Coffee Manix.