Agaknya banyak orang beranggapan bahwa bekerja di kota besar, terutama Jakarta, adalah sebuah pencapaian pribadi yang membanggakan sehingga banyak orang yang berbondong-bondong pergi merantau ke sana. Saya juga demikian, kok. Dulu mimpi saya adalah bekerja di salah satu gedung bertingkat di jalur utama di ibukota Indonesia tersebut. Mimpi itu tercapai sih, saya diterima bekerja di salah satu gedung bertingkat di Jaksel dan sah mengenakan gelar ‘PTS’ alias Pria Thamrin-Sudirman.

Namun bekerja sebagai PTS bukan tanpa pengorbanan. Yang pertama harus dikorbankan tentunya waktu, karena macet di mana-mana sepanjang hari. Lalu karena macet, saya jadi malas langsung pulang di sore hari dan memilih makan malam atau nongkrong dulu dan baru pulang malam setelah lalu lintas agak sepi. Tentunya kebiasaan ini mengakibatkan pengeluaran untuk gaya hidup meningkat dan uang menipis. Timbullah masalah lain lagi.
Akhirnya, sejak tahun 2018 saya memutuskan kapok bekerja di Jakarta dan pindah ke kota kecil di Jawa Tengah. Dengan gaji yang setara Jakarta namun gaya hidup kota kecil yang nyaman, saya merasa mendapatkan energi jiwa yang baru. Mungkin benar kata orang, dengan umur semakin menua, manusia semakin pusing menghadapi kebisingan di sekitarnya dan lebih memilih suasana tenang. Tapi tetap saja, saya merasa Jawa Tengah masih terlalu berisik sehingga sekarang saya pindah lagi ke sebuah kota di Sumatera. Lalu, bahagiakah saya sekarang?
Ya, tentu bahagia karena pencapaian karir berjalan seimbang dan gaya hidup yang lebih tenang. Namun saya mulai menyadari ada yang hilang. Sebagai perantau, saya jadi merindukan rumah. Apalagi sejak berbeda pulau dengan keluarga dan untuk mudik membutuhkan waktu dan uang, saya merindukan juga suasana Jakarta yang dinamis.

Beberapa minggu lalu saya mudik untuk masa Natal dan Tahun Baru. Tadinya saya berencana lanjut berlibur ke luar kota lagi, namun niat itu saya urungkan dan saya memilih menghabiskan hari-hari berkeliling Jakarta, mencoba beragam transportasi umum dan mengunjungi kafe-kafe baru yang bertebaran di pinggir jalan. Ah, perasaan rindu akan gaya hidup PTS itu kembali lagi.
===
Apakah Anda juga perantau? Sering rindu rumah, gak?
Saya asal Sumatra, tepatnya di Bandar Lampung, yang kata orang banyak begal dan sebagainya , pokoknya terdengar buruk… tapi alhamdulilah saya enggak merasakan itu, setiap main ke daerah atau kota lain, ya saya berusaha nikmati aja, wong enggak lama, tetapi memang selalu kangen rumah sendiri, biarpun saya pergi jauh..tidak kan hilang dari kalbu…lah koq malah nyanyi hehe
ooh Lampung ya, banyak pantai cantik di sana ya
Saya saat ini berkantor di kawasan Jakarta selatan dan juga dikelilingi gedung-gedung tinggi. Dulu dulu memang sangat terasa menderitanya kemana-mana dengan transportasi umum. Lambat laun, Jakarta berbenah, sudah lebih banyak opsi transportasi umum yang bisa digunakan untuk commute ke kantor. Sejak ada LRT yang arahnya ke kantor dan rumah saya, momok berkantor dan kena macet sudah mulai pudar bagi saya pribadi. Namun memang saya tidak melihat Jakarta sebagai tempat tinggal masa depan, perlu tempat yang lebih sepi, mungkin mengikuti jejak mbaknya ke daerah hehe. Kita memang tak pernah puas ya
ehem, saya bukan mbak.
saya juga pengen kejakarta mas
cuman enggak kesampean
kesampeannya cuma punya istri yang tinggalnya di sebelah jakarta alias bekasi
hehehehe
kerjanya teteo nguli di salah satu kabupaten di jawa timur hehe
loh istrinya di bekasi sebelah mana mas? saya juga di bekasi. jangan-jangan mant.. eh sepupu saya 😀
Saya merantau ke Jakarta, sangat terpaksa
Mau tidak mau ya harus ke Jakarta, demi masa depan yang lebih baik
setelah merantau, eh sudah puluhan tahun belum bisa mudik
Entah kapan,
Rindu hanya sebatas rindu
semoga jalan mudiknya dimudahkan ya. Amiin.
Mas ini banyak juga ya pengalaman kerjanya. Beberapa kali pindah tempat kerja…eh tapi ujungnya apakah akan kembali ke Jakarta?
Seperti lagu jadul dari Koes Plus dong…”ke Jakarta aku kan kembali….”
Salam kenal dan salam persahabatan Mas.
Salam,
semoga aja mas, hehe. makasih